Bumi Manusia Pramodedya Ananta Toer. Seorang Pramoedya Ananta Toer merupakan salah satu novelis yang hidup pada masa koloni Belanda dan masa pendudukan Jepang yang begitu keras dalam Perang Dunia II. Banyak sekali novel Pram yang sangat menarik, salah satunya The Fuigitive, yaitu novel pertama dari Pramoedya Ananta Toer. Selain itu beliau juga membuat novel berjudul “ Bumi Manusia “
Novel Bumi Manusia seolah – olah membawa kita kembali ke hari- hari nasionalisme Indonesia yang panjang. Hari dimana para pejuang ingin benar – benar lepas dari penjajahan dan ingin membentuk peradaban yang tinggi, Pramoedya Ananta Toer salah satunya. Di Jawa memang tumbuh sebuah tradisi mendongeng, ibarat Novel itu adalah dongeng, namun bagi saya novel yang dihasilkan oleh Pram merupakan contoh karya yang indah, di dalamnya banyak nilai – nilai kemanusiaan. Pram pernah dipenjara di Pulau Buru, karena pandangan politiknya yang berbeda dengan penguasa.
"Bumi Manusia" berpusat pada seorang tokoh bernama Minke, seorang pemuda yang satu-satunya "penduduk pribumi" yang bersekolah di sebuah sekolah tinggi Belanda di kota pelabuhan Surabaya (HBS/ Hoogere Burgerschool), dan ia mampu bergaul dengan penuh percaya diri dalam budaya penjajah. Dalam novel Bumi Manusia ini, dia digambarkan sebagai seorang revolusioner. Dia juga anak seorang bangsawan Jawa, sahabat dari seorang tentara bayaran Perancis yang terluka ketika memerangi pemberontak di Sumatera bernama Annelies Mellema, seorang gadis setengah Belanda, setengah Jawa.
Perjalan hidup Minke mulai berubah, Ketika ia diajak Robert Suhoorf, sahabatnya, berkunjung pada sebuah rumah sekaligus perusahaan Belanda milik Tuan Herman Mellema di Wonokromo. Dia mencintai anak perempuan pemilik perusahaan, Annelies Melemma. Kekagumannya pada seorang gundik bernama Nyai Ontosoroh(nama aslinya adalah Sanikem) dengan segala pemikiran luar biasanya. Dan tentang bagaimanaia ia diperlakukan hina di sekolahnya karena ia mencintai dan menikahi anak dari perkawinan yang tak sah.
Nyai Ontosoroh sendiri, dalam Bumi Manusia ditulis penggambaran dirinya dalam beberapa lembar. Ia Pribumi asli. Oleh ayahnya, pada umur 14 tahun ia dijual pada Tuan Herman Melemma untuk sogokan kenaikan pangkat. Saat ia mulai dicap sebagai gundik dengan segala kesan negatifnya. Nyai lantas berubah, ia tak mau kalau hanya dicap sebagai gundik, kasarnya adalah pemuas birahi. Nyai lantas belajar membaca, menulis, beternak dan segalanya tentang perusahaan. Hingga ia menjadi gundik yang pintar dan cerdas. Dan Nyai diam-diam telah menyiapkan semuanya, jika Herman Melemma kembali ke Belanda dan tak kembali lagi ke Hindia.
Pada pertengahan cerita, mulailah Minke dan Annelies hidup sebagai suami istri. Dengan godaan Robert Suhoorf yang ternyata juga mengagumi Annelies. Suhoorf cemburu pada Minke, hingga akhirnya ia menebar fitnah bahwa Minke hidup di bawah rumah seorang gundik, dan hidup satu atap bersama Annelies tanpa ikatan sah peradilan Belanda. Masalah fatal datang ketika, Minke, Nyai dan Annelies menemukan Tuan Herman Melemma tergeletak mati di rumah bordil milik Babah At Tjong. Mati dalam keadaan mulut berbusa, karena racun dalam minuman keras yang ia tenggak dalam waktu berkepanjangan.
Ketika Herman Melemma mati, munculah tokoh I.r Maurits Melemma, anak dari perkawinan sah Herman Melemma dan Meriam. Menuntut apa-apa yang dirasa adalah warisan untuk ia dan ibunya. Masuklah pada bagian terberat cerita. Pribumi melawan Belanda. Dengan sisi Belanda yang tak terkalahkan. Meskipun Minke mampu menggalang dukungan hanya dengan tulisannya dan tulisan dari seorang Indo bernama Kommer. Kasus kematian Herman Melemma dengan terduga Minke dan Nyai tetap digelar. Walau pada akhirnya yang dipenjara adalah Babah At Tjong, bukan Minke dan Nyai Ontosoroh. Masalah tak berhenti sampai disitu.
Suatu ketika, datang surat telegram dari Pengadilan Belanda. Bukan hanya untuk mengambil alih semua harta milik Herman Melemma saja, tetapi juga untuk merebut hak perwalian Annelies Melemma dari Nyai sebagai ibunya dan merebut istri dari Minke. Nyai dan Minke tak mau kalah, mereka mendebat pengadilan Belanda di Surabaya. Dengan tulisan, Minke mendapat dukungan dari Sarah dan Miriam, sahabatnya di Belanda. Termasuk dukungan dari Tuan Residen Herbeit De La Croix, ayah dari Sarah dan Miriam, ia memilih mengundurkan diri dari jabatannya karena pengadilan Belanda tetap ingin merebut hak-hak nyata Pribumi.
Bumi Manusia ditutup oleh Annelies yang dijemput oleh Meriam dan Maurits untuk dibawa berlayar ke Belanda. Annelies bersikap sama seperti Nyai Ontosoroh ketika dulu dijual pada Tuan Herman Melemma. Diam tanpa menoleh pada rumah untuk terakhir kalinya. Meski telah dipanggil Nyai, ibunya, dan Minke suaminya. Ia tetap berjalan tegap dengan tatapan ke depan. Sembari mengucap pelan, "Lupakan aku Ma..lupakan aku Mas Minke..aku pergi seperti Mama dulu..dan aku tak akan kembali ke rumah ini lagi." Dan Minke berucap pada Nyai, "Kita kalah Ma" Dan Nyai menjawab, "Tidak, kita sudah melawannya"
Novel Bumi Manusia Pramoedya Ananta Toer
Tags:
Tokoh