Candi Dukuh Dan Tenggelamnya 50 Desa di Rawa Pening

Membahas tujuan wisata di Kabupaten Semarang, maka banyak pilihan tempat yang sangat eksotis untuk sekedar mengisi liburan, healing, kuliner, wisata alam, wisata selfie, wahana dan sebagainya. Namun selain untuk tujuan hal tersebut, banyak tempat-tempat wisata di Kabupaten Semarang yang dapat dikunjungi sekaligus sebagai edukasi. Sebagai contoh wisata sejarah, yang berupa bangunan-bangunan era Kolonial Hindia Belanda seperti Museum Kereta Api Ambarawa, Benteng Pendem / Fort Willem I dan Palagan. Selain itu, wisatawan juga dapat menikmati sekaligus melakukan edukasi sejarah nusantara yang lebih tua. Di Kabupaten Semarang, banyak situs-situs purbakala peninggalan kerajaan-kerajaan era Hindu-Budha misalnya Candi Gedong Songo. Selain Candi Gedong Songo, ada sebuah candi yang tergolong tua, letaknya di pinggir Rawa Pening. Candi tersebut diberi nama Candi Dukuh. Setelah ke Candi Dukuh, kita juga dapat menikmati pemandangan gunung-gunung sekitar Rawa Pening dengan naik perahu atau menyewa perahu stom milik Pak Setiyono. Wisatawan juga tidak usah takut lapar, karena ada kuliner warung apung di Rawa Pening milik Pak Arbai. Kita juga bisa mencoba sensasi menangkap ikan dengan pancing atau menyewa branjang milik nelayan setempat. Keren banget kan ? kapan nich kita agendakan ?

Bukit di tepi Rawa Pening tempat Candi Dukuh berdiri. Foto dari halaman rumahku Srawung Sareng

Candi Dukuh terletak di sebuah bukit di pinggir Rawa Pening, tepatnya di Desa Rowoboni Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang Provinsi Jawa Tengah. Untuk menuju Candi Dukuh sangatlah mudah, yaitu di Jalan Salatiga-Ambarawa, dekat dengan Objek Wisata Bukit Cinta. Ada yang menamai Candi ini dengan nama Candi Brawijaya, karena beredar cerita bahwa Candi Dukuh ini adalah candi peninggalan Brawijaya V. Pemandangan di sekitar candi ini sangat indah, area sawah, pegunungan Telomoyo, Danau Rawa Pening semakin menambah keindahan suasana alam pedesaan yang asri. Apalagi di pagi hari, suara burung, kabut, sinar matahari pagi, udara yang sejuk, hiruk pikuk nelayan dan petani, akan membuat para wisatawan mengalami flashback ke kehidupan masa lalu yang indah, damai dan tenang.

CANDI DUKUH TEMPAT PERTAPAAN BRAWIJAYA V ?

Candi Dukuh Rowoboni Banyubiru
Di lihat dari strukturnya, Candi Dukuh merupakan candi Hindu yang mirip dengan Candi Ngempon Bergas, Candi Arjuna Dieng dan Candi Gedong Songo Bandungan. Memang untuk tujuan wisata di Kabupaten Semarang, Candi Dukuh tidak sepopuler Candi Gedong Songo.

Melihat banyaknya candi di Pulau Jawa, pada tanggal 14 Juni 1913, Pemerintah Hindia Belanda membentuk badan khusus bernama Oudheidkundige Dienst van Nederlandsch-Indie disingkat OD. Badan ini bertugas melakukan penanganan peninggalan Purbakala, sehingga candi-candi di Jawa relatif masih terawat. Candi Dukuh mulai dipugar pada tahun 2011 oleh BPCB Jateng. Bangunan candi yang runtuh mulai disusun kembali oleh team yang melibatkan arkeolog. Dilakukan juga penggalian di area candi, bahkan ditemukan lempengan emas yang kurang lebih seberat 4,1 gram. Lempengan itu bercorak hewan berkaki empat dengan kepala dan badan berwujud manusia. Saya kurang tahu apakah ini bagian dari candi yang berfungsi untuk wibawa candi atau lempengan emas ini bukan bagian candi. Butuh penelitian yang intensif untuk memahami Candi Dukuh ini. Sebab, untuk membuat sebuah bangunan candi tidak begitu simpel, butuh pemilihan tempat yang suci, waktu yang tepat, bahan batu yang baik, design yang bagus, serta tingkat pengetahun dan spiritual yang tinggi. Sehingga hasil bangunan candi menjadi manifestasi visual yang sakral, memiliki fungsi, dan sebagai simbol kejayaan peradaban sebuah kerajaan yang selaras dengan alam semesta dan Sang Pencipta.

Tabel berikut ringkasan yang saya buat untuk menjelaskan candi Dukuh
Jenis Candi Hindu Siwa
Fungsi Tempat untuk memuliakan/   pemujaan para dewa, ritual umat Hindu
Bentuk   Dasar Kotak, berukuran 5,8 m x 5,8 m   menghadap ke Timur. Jika ditambah dengan pelataran maka ukuran sekitar 5,8 m   x 9 m
Kondisi Proses pemugaran, bagian atap   dan kemuncak belum tersusun
Bahan   Candi Batuan Andesit
Dibangun   pada Circa Abad ke-9, Pada masa Dinasti Sanjaya Mataram Kuno
Letak Di puncak bukit kecil di tepi   Rawa Pening (490m)
Pada abad ke-7 hingga awal abad ke-8, di Jawa Tengah terdapat sebuah kerajaan Hindu bernama Kalingga. Pada akhir paruh pertama abad ke-8, diperkirakan th. 732 M' Kalingga berubah menjadi Mataram dan diperintah oleh keturunan Sanjaya (Wangsa Sanjaya). Pada masa Raja Sanjaya, diperkirakan telah dibangun candi-candi Syiwa di pegunungan Dieng. Pada akhir masa pemerintahan Raja Sanjaya, datanglah Raja Syailendra yang berasal dari Kerajaan Sriwijaya (di Palembang) yang berhasil menguasai wilayah selatan di Jawa Tengah. Kekuasaan Mataram Hindu terdesak ke wilayah utara Jawa Tengah.Pemerintahan Raja Syailendra yang beragama Buddha ini dilanjutkan oleh keturunannya, Wangsa Syailendra. Dengan demikian, selama kurung waktu tahun 732-882 M, Jawa Tengah dikuasai oleh dua pemerintahan, yaitu pemerintahan Wangsa Sanjaya yang beragama Hindu dan Wangsa Syailendra yang menganut agama Buddha Mahayana. Pada masa inilah sebagian besar candi di Jawa Tengah dibangun. Oleh karena itu, candi-candi di Jawa Tengah bagian Utara pada umumnya adalah candi-candi Hindu, sedangkan di wilayah selatan adalah candi-candi Buddha. Kedua Wangsa yang berkuasa di Jawa Tengah tersebut akhirnya dipersatukan melalui pernikahan Rakai Pikatan (838 - 856 M) dengan Pramodawardhani, Putra Maharaja Samarattungga dari Wangsa Syailendra. 
Tabel berikut ini adalah nama raja dari kedua dinasti tersebut, beserta perkiraan era pemerintahannya berdasarkan thesis dari J.G. de Casparis .
Wangsa   Sanjaya Wangsa Syailendra
Ratu Sañjaya (c.732-760)
Rakai Panangkaran (c.760-780) Visnu Dharmatungga (c. 775-782)
Rakai Panunggalan (c.780-800) Indra Sanggrāmadhanañjaya (c. 782-812)
Rakai Warak (c.800-819) Samaratungga (c. 812-832)
Rakai Garung (c. 819-838)
Rakai Pikatan (c. 838/842-856)
Rakai Kayuwangi (c. 851-882)
Dari data di atas, saya pribadi berpendapat bahwa Candi Dukuh dibangun pada masa Dinasti Sanjaya. Sedangkan era Brawijaya V, memerintah di Kerajaan Majapahit yang berpusat di Trowulan Mojokerto Jawa Timur, dan peninggalan candi di Jawa Timur biasanya terbuat dari batu bata.

BENTUK DAN STRUKTUR CANDI DUKUH BANYUBIRU
Bentuk, struktur, simbol, motif, relief, ornamen sebuah candi merupakan penegasan sebuah seni arsitektur yang mempunyai makna filosofis dan metafisik. Butuh ide, gagasan, skill, pengetahuan, seni, budaya dan spiritual, yang kemudian dimanifestasikan secara visual menjadi sebuah bangunan candi yang artistik. Berikut penjelasan yang dapat saya tulis tentang bagian-bagian Candi Dukuh yang masih terselamatkan.
Kala Kirtimukha
Kala adalah wajah dengan mata, taring dan gigi menonjol, dan rahang bawah hilang, tidak punya tangan dan kaki, berada diatas pintu masuk candi sebagai lambang “wajah kemuliaan", penjaga candi dari roh-roh jahat. Dalam mitologi Hindu, Kala di Jawa disebut Banaspati, di Bali disebut Bhoma. Dalam narasi lain, Kala Kirttimukha dilahirkan Dewa Siwa untuk melahap Rahu, utusan Jallandara. Rahu adalah raksasa tanpa badan yang berhasil mencuri air keabadian.
Kala Kirtimukha Candi Dukuh 

Makara
Hewan mitologi Hindu yang berada di kanan kiri punden berundak, beruwujud naga, terkadang berwujud gabungan gajah dan ikan, mulutnya seperti buaya. Makara di dalam Bahasa Sansekerta artinya mahluk air. Dia adalah kendaraan Dewa Baruna atau Dewa Laut, juga Dewi Gangga.
Makara Candi Dukuh Rowoboni Banyubiru

Lingga-Yoni
Lingga adalah simbol organ maskulin yang mengandung energi penciptaan. Tetapi akan berfungsi bila disatukan dengan energi shakti yang disimbolkan dalam wujud yoni. Lingga-Yoni melambangkan penggabungan feminim dan maskulin sebagai proses penciptaan regenerasi. Lingga untuk Shiva, sedangkan Yoni untuk Shakti.
Lingga-Yoni Candi Dukuh
Relief
Di Candi Dukuh, terdapat relief Nandiswara   digambarkan   seperti mahadewa tapi hanya bertangan 2 buah. Nandiswara berasal dari kata nandi yang merupakan kendaraan Dewa Siwa dan Iswara yang merupakan salah satu aspek Dewa Siwa. Pada candi hindu, arca ini menempati relung sebelah kanan gapura pintu masuk candi.
Relief NandiSwara (gambari kiri) dan Maha Kala Candi Dukuh (gambar kanan)
Ornamen
Bangunan candi biasanya ditambah dengan ornamen-ornamen untuk memperindah candi tersebut. Beberapa ornamen biasanya berupa pahatan daun-daun,tumbuhan, hewan, bunga.
Puspa : perhiasan bunga
Patra : gulungan daun, sulur
Citra : aneka ragam bentuk figur
Ornamen Candi Dukuh
Bagian atas candi belum terselesaikan, beberapa bagian seperti stupa kemuncak mungkin masih di simpan di BP3 Kab. Semarang. Beberapa fragmen masih ditumpuk di sebelah kanan dan kiri candi dan sebagain mungkin di simpan warga. Beberapa arca seperti Agatsya, Ganesa dan Durga sudah hilang. Khusus hal ini, saya bahas di posting berjudul 3 Arca Candi Dukuh : Agastya, Ganesha dan Durga Hilang ?

LEGENDA BARU KLINTHING RAWA PENING

Legenda Baru Klinthing memang populer menjadi cerita turun-temurun penduduk sekitar Rawa Pening. Legenda ini sudah ada sejak tahun 1840 Masehi. Legenda ini juga berkembang di daerah Banyubiru Pasuruan, namun setting tempat berbeda. Legenda ini menceritakan desa yang tenggelam kemudian berubah menjadi rawa.

Dahulu kala hidup seorang wanita di sebuah desa. Dia sedang memetik daun pisang namun lupa membawa pisau. Di waktu yang sama lewat seorang Begawan, dan meminjami pisau, namun dia berpesan agar pisau tersebut tidak boleh diletakkan di pangkuan. Namun wanita tersebut lupa memangku pisau sehingga dia hamil. Setelah beberapa lama, janin yang dikandungnya semakin membesar, dan akhirnya dia melahirkan. Betapa kagetnya wanita tersebut, karena yang dilahirkan adalah seekor ular. 

Ular tersebut dapat berbicara, dan oleh wanita tersebut ia beri nama Baru Klinthing. Beranjak besar ular tersebut menanyakan siapa bapaknya. Si ibu tersebut kemudian menyuruh Baru Klinthing untuk menemuai bapaknya yang sedang bertapa di sebuah Gunung. Kemudian Baru Klinthing melakukan perjalanan untuk bertemu bapaknya ke Gunung. Setelah bertemu, Begawan tersebut menyuruh Baru Klinthing untuk melingkari gunung tersebut untuk membuktikan bahwa dia benar-benar anaknya. Baru Klinthing menjulurkan lidahnya agar bisa melingkari, sehingga ekor dan kepalanya bertemu dan dianggap sebagai anak. namun tidak berhasil. Dan Baru klinthing pun memilih bertapa di hutan tersebut.

Suatu ketika sebuah desa akan mengadakan selamatan desa. Penduduk desa pergi ke hutan untuk berburu hewan sebagai hidangan dalam acara tersebut. Di hutan beberapa penduduk tidak kunjung mendapatkan buruan. Kemudian mereka istirahat, salah satu penduduk duduk di akar pohon yang besar sambi menancapkan senjatanya di akar besar tersebut. Betapa kagetnya dia, karena tiba-tiba keluar darah dari akar tersebut. Ternyata akar tersebut adalah ular atau Baru Klinthing yang sedang bertapa. Karena tidak kunjung mendapatkan daging buruan, maka mereka memotong-motong ular tersebut dan dibawa pulang untuk hidangan.

Selamatan pun dimulai, penduduk dengan senang mengolah daging yang mereka bawa dari hutan dijadikan hidangan. Dalam pesta tersebut, tiba-tiba datang seorang bocah yang tidak lain adalah jelmaan dari Ular Baru Klinthing. Bocah tersebut meminta makanan, namun tidak ada penduduk yang peduli. Akhirnya bocah itu pergi ke seorang nenek atau Mbok Rondo di desa itu. Di rumah Mbok Rondo, dia diberi makanan. Setelah selesai makan, bocah tersebut berpesan agar Mbok Rondo menyiapkan lesung, dan centhong nasi, karena nanti akan ada banjir melanda desa tersebut.

Bocah itu pun pergi menemui penduduk desa yang sedang berpesta. Dia menancapkan lidi di tanah kemudian menyuruh warga desa untuk bisa mencabut lidi tersebut. Satu per satu penduduk desa tersebut mencoba untuk mencabut lidi, namun tidak ada yang berhasil. Akhirnya lidi itu pun dicabut sendiri oleh bocah tersebut, kemudian sisa tanah yang ada di lidi dilemparkan menjadi Gunung Kendali Sodo. Dan dari bekas lubang tancapan tadi muncul air deras yang kemudian menenggelamkan desa tersebut. Akhirnya desa tersebut menjadi sebuah rawa yang bernama Rawa Pening.

FAKTA TENGGELAMNYA 50 DESA SEKITAR RAWA PENING TAHUN 1835-1940

Dengan menurunnya daya tampung Danau Rawa Pening karena sedimentasi dan bertambahnya debit air dari sungai yang bermuara serta mulai dibangunnya PLTA Njelog oleh Algemeene Nederlandsche Indische Electriciteit Maatschappij (ANIEM) tahun 1919, praktis membuat sawah-sawah, desa-desa di sekitar Rawa menjadi tergenang air. Selain itu, fenomena tanah naik ke atas (lemah mumbul) di tengah Rawa Pening yang terjadi sewaktu-waktu dan tidak terprediksi, juga menyebabkan daya tampung rawa menjadi berkurang. Rawa Pening, yang tadinya dianalogikan seperti mangkok, bertahun-tahun berubah seperti piring.

Peta Rawa Pening dan desa-desa di Tahun 1915 Centrale Boekeris Amsterdam. Terlihat desa- desa sekitar rawa pening masih ada.
Dengan adanya fenomena di atas, maka hal ini menyebabkan perpindahan penduduk secara besar-besaran dan bertahap. Saya mencatat kurang lebih ada 50 desa atau kampung yang terdampak genangan air dari tahun 1835 hingga 1940 Masehi. Mereka berpindah ke desa lain, dan juga membuat desa baru di wilayah yang lebih aman. Dan bekas desa mereka sebagian besar tenggelam dan sebagian lagi berubah menjadi area persawahan. Sebenarnya masih ada beberapa peta yang lebih tua, di tahun 1845,1850,1870-an yang saya dapat dari Perpustakaan Leiden University. Namun maaf untuk sementara saya berikan dua peta di postingan blog subasti ini, sepertinya dua peta ini sudah cukup menunjukkan keberadaan desa-desa sekitar rawa pening yang tenggelam. Desa kalau saat ini dinamakan dusun. 
Peta arsip kolonial Hindia Belanda yang diterbitkan tahun 1940, terlihat desa-desa sekitar rawa sudah tengglam, dikosongkan. Terlihat sawah di tengah rawa, sebidang tanah yang kadang muncul di tengah Rawa Pening

Daftar nama-nama desa yang hilang (bedol desa, bergabung dengan desa lain, tenggelam) dan perkiraan perpindahan penduduk :

No. Nama Desa/Kampung Wilayah Sekarang Keterangan
1. Rowo Kantjing Desa Tegaron Membuat desa baru Gondang Sari,   Candi Sari, Pindah ke Candi Dukuh
2.     Rowo Kindjeng/Gendjing Desa Tegaron Membuat desa baru Desa Wates,   Gondang Sari, Candisari
3.     Rowo Gono Desa Tegaron Pindah ke Krajan, Sukodono
4.     Rowo Wiro Tidak terdeteksi Tidak terdeteksi, mungkin desa   yang berpindah ke Ngentasan, Bukit Cinta
5.     Rowo Boni Desa Rowoboni dan Desa Tegaron Bedol desa membuat desa baru Sukodono,   Donosari, Krajan
6.     Rowo Soejoet Desa Rowoboni Pindah ke Rowo Gandjar, Rowo   Kasam
7.     Rowo Pasiah Desa Rowoboni Pindah ke Rowo Gandjar, Rowo   Kasam
8.     Rowo Danis Desa Rowoboni Pindah ke Rowo Gandjar, Rowo   Kasam
9.     Rowo Sentoel Desa Rowoboni Pindah ke Rowo Gandjar, Rowo   Kasam
10.   Rowo Kassam Desa Rowoboni Pindah ke dekat Rowo Gandjar,   dan mempertahankan nama Rowo Kassam
11.    Rowo Potro Desa Rowoboni Pindah ke Rowo Gandjar, Rowo   Kasam
12.   Rowo Singo Desa Rowo Sari Membuat desa baru Desa Rowo Sari
13.   Rowo Bandjer Desa Rowo Sari Membuat desa baru Desa Rowo Sari
14.   Rowo Siwil Desa Rowo Sari Membuat desa baru Desa Rowo Sari
15.   Rowo Roenkoes Desa Rowo Sari Membuat desa baru Desa Rowo Sari
16.   Rowo Boesoek Desa Rowo Sari Membuat desa baru Desa Rowo Sari
17.   Rowo Bidin Desa Rowo Sari Membuat desa baru Desa Rowo Sari
18.   Rowo Ragem Desa Rowo Sari Membuat desa baru Desa Rejosari
19.   Rowo Mendoeng Desa Rowo Sari Membuat desa baru Desa Rejosari
20.   Rowo Sawit Desa Rowo Sari Membuat desa baru Desa Rejosari
21.   Rowo Redo Desa Rowo Sari Membuat desa baru Desa Rejosari
22.   Rowo Tegal Sari Desa Rowo Sari Membuat desa baru Desa Rejosari
23.   Rowo Singo Desa Rowo Sari Membuat desa baru Desa Rejosari
24.  Rowo Maling Desa Kalibeji Pindah ke Rowo Sabi
25.   Rowo Redja Desa Candiredjo Pindah ke Candirejo
26. Rowo Goembal Desa Candiredjo Pindah ke Candirejo
27. Gempol/Dempol Desa Ngasinan Pindah ke Asinan, Semurup
28.   Wates Desa Ngasinan Pindah ke Telego Asinan
29.   Ngaglik Desa Bejalen Pindah ke Bedjalen
30.   Rowo Batok Desa Bejalen Pindah ke Bedjalen
31. Belok Desa Bejalen Pindah ke Bedjalen
32.   Rowo Kandhi Desa Bejalen Pindah ke Bedjalen
33. Nglarangan Desa Bejalen Pindah ke Bedjalen
34.     Wonosarie/Wonoredjo Desa Bejalen Pindah ke Bedjalen
35.     Rowo Redja Desa Bejalen Pindah ke Bedjalen
36.     Ploembon/Ploembong Desa Bejalen Pindah ke Bedjalen
37.     Rowo Majem/Magem Desa Bejalen Pindah ke Bedjalen
38.     Rowo Radin Desa Bejalen Pindah ke Bedjalen
39.     Rowo Pakel Desa Bejalen Pindah ke Bedjalen
40.     Rowo Ritjik Desa Bejalen Pindah ke Sanggar Pojoksari
41.     Rowo Badjoel Desa Bejalen Pindah ke Rowo Bajul Pojokasari
42.     Bodjong Tidak terdeteksi Mungkin pindah ke Pojoksari
43.     Rowo Kerta Desa Bejalen Pindah ke Pojoksari dan Bejalen
44.     Rowo Radja/Roto Desa Bejalen Pindah ke Pojoksari dan Bejalen
45.           Doekoeh Rowo Desa Banyubiru Berubah jadi Balong Sari Pindah   ke Klepoe, bergabung ke Cerbonan.
46.   Balong Sari Desa Banyubiru Pindah ke Cerbonan, Tegalwuni
47. Kokosan Desa Banyubiru Bergabung ke Tegalwuni
48 Lemah Ireng Desa Banyubiru Pindah ke Tegalwuni
49.   Rowo Walirang Desa Banyubiru Pindah ke Tegalwuni
50.   Goebloegang Desa Kebondowo Pindah ke Kebonbawang
Dari tabel di atas, banyak desa-desa di Selatan, Barat dan Utara Rawa Pening tenggelam, dan dikosongkan kemudian bedol desa ke desa yang lebih aman. Rata-rata desa tersebut berada di pinggiran hilir sungai Kali Rengas, Panjang (Ambarawa), Kali Torong, Kali Galeh (Perbatasan Ambarawa Banyubiru), Kali Jungul, Kali Legi (Tegaron), Kali Muncul (Rowo Boni), Kali Parat (Perbatasan Muncul-Kali Glagah), Kali Sraten (Rowo Sari), Kali Kedung Ringis/Ringin (Candirejo). Hal ini dikarenakan debit air yang semakin meningkat dari area Gunung Telomoyo dan Gunung Ungaran. Sedangkan sebelah Timur, desa terdekat di Tepi Rawa Pening tidak tenggelam hingga saat ini, diantaranya: Desa Sangin Kesongo, Tegalombo (Tjelombo, Calombo), Klurahan, Cikal dan Semurup.
Daftar nama-nama desa di sekitar Rawa Pening di tahun 1850
Ada beberapa nama Desa yang sekarang sudah tidak populer, dan kemungkinan berubah nama. Misalnya di Daerah Rowoboni dan Rowosari. Rowo Potro, Rowo Dowo Sapi Klemo menjadi Rowo Sabi, Rowo Lebreg menjadi Rowo Polo. Di Daerah Bejalen, diduga perpindahan desa dilakukan berkali-kali. Ada yang mempertahankan nama desa, ada yang merubah nama desanya menjadi nama baru. Penduduk berharap perubahan nama desa dapat membawa desanya menjadi selamat. Mereka mengganti nama atau membuat nama baru desanya. Ada beberapa nama desa baru dengan menggunakan kata-kata sebagai berikut:
Kerto artinya makmur
Redjo artinya ramai
Sari artinya indah
Sebagai contoh penduduk sekitar rawa yang tenggelam membuat desa baru dengan nama Sukodono, Gondang Sari, Candi Sari, Dono Sari, Rowo Sari, Wono Sari, Balong Sari, Rejo Sari, Rowo Kerto. Banyak warga sekitar mencari nafkah di Rawa Pening, Potensi ekonomi dan potensi wisata Rawa Pening, begitu besar. Semoga penduduk sekitar Rawa Pening mendapatkan manfaat serta mampu memanfaatkan peluang ini.
Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Lomba Blog Pesona Wisata Kabupaten Semarang

1 Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak