Sejarah Teater Lintang Songo PMII Kota Salatiga, diawali pada tahun 2009. Berawal dari diskusi kecil-kecilan di markas pergerakan PMII Komisariat Djoko Tingkir Klaseman Salatiga, terbesit ide dari Badawi untuk membuat sebuah teater. Alasannya, PMII Salatiga pada waktu itu oleh mahasiswa dianggap seperti sebuah organisasi politik. Banyak kader-kader PMII yang ada di kampus, “diopeni” hanya ketika momentum pemira. Mereka digerakkan secara masif ketika pemilihan presiden BEM dan lain-lain. Hal ini menimbulkan kesan bahwa PMII adalah organisasi politis, sehingga bagi mereka yang kurang suka kehidupan politik kampus, menjadi tidak aktif di PMII. Selain itu, dalam hasil diskusi, bahwa teater juga dirasa mampu menjadi ruang untuk meningkatkan nalar kritis mahasiswa akan berbagai bentuk penindasan, mencetak kader yang mempunyai karakter yang kuat, serta mental yang berani.
Logo Teater Lintang Songo |
Untuk merespon hal ini, Ustadzun selaku Ketua Umum PMII Komisariat Djoko Tingkir, Badawi selaku Kabid Internal Organsisasi, bersama Bogi Subasti selaku Divisi Sospol melakukan upaya agar kader-kader PMII mendapatkan ruang yang lebih menarik bagi kader. Setelah diskusi panjang, maka muncul ide untuk membuat ruang baru yaitu Teater. Di akhir tahun 2009 mulailah ada keinginan untuk mewujudkan hal itu.
Di mulai dengan sowan ke alumni-alumni sambil membawa proposal, harapanya adalah mendapatkan restu serta biaya, wkwkwk. Badawi dan kawan-kawan diantaranya Bogi, Sukma Arief, Arya, Hadex, Yono, Andre mulai menyusun kegiatan Latihan Dasar Ke-Teateran. Dengan biaya yang minim, mereka bersikukuh untuk tetap mengadakan Latsar, dikarenakan keinginan untuk mempunyai teater begitu tinggi. Serta keinginan untuk membuat kemasan pengkaderan di PMII yang lebih bervariasi.
Badawi (Pendiri Teater Lintang Songo) foto ketika Latsar kedua di tahun 2011 Senjoyo |
Latsar untuk pertama kali pun dilakukan, dibantu Kang Tongtong alias Chandra Hardjanto dari Teater Getar Salatiga, dan juga Aples dan satu temanya, (lupa namanya, pokoknya orangnya latah) dari teater Banyu UNSIQ Wonosobo. Latsar pertama diadakan di Senjoyo, kurang lebih selama 3 hari, dengan peserta sekaligus menjadi panitia kegiatan yaitu Badawi, Bogi, Sukma Arief, Arya, Hadex, Yono, Andre, dan satu kader lagi lupa namanya, kalau tidak salah Si Ori. Di malam hari ketika Latsar, Alhamdulillah hadir Luqman Hakim Al Jambi bersama Hanif Dhakiri (Teater Getar sekaligus juga Mantan ketua cabang PMII salatiga, Menteri Tenaga Kerja, DPR RI) untuk mensuport kegiatan itu. Bahkan sempat gitaran bareng dan menyanyikan lagu ciptaan Kang Tongtong yang berjudul 13. Masih ingat lirik awalnya “Temaram senja ini.. merah tembaga…”, terus ada lirik " Ku tulis kau dalam pahatan relief jiwa... . Pokoknya lagunya bagus deh,, coba aja main ke Getar dan dengerin lagu yang judulnya 13 ciptaan Chandra Hardjanto.
Bulan-bulan setelahnya rutin latihan teater di Lapangan Candran Salatiga, dibantu Hendri, Yono (Teater Getar). Selain itu juga mengirimkan kader untuk mengikuti Latsar di Teater Gerak 11 Kudus seperti Ndung, Khotim, dan Tisa. Hingga di tahun 2010, PMII Kota Salatiga sering melakukan demo, dan ada aksi teatrikal, sehingga ada ruang bagi teman-teman teater. Tahun-tahun setelah itu reorganisasi kurang berjalan lancar, namun ada kehadiran kader Bakti Dila yang masih nguri-uri Teater. Di era inilah, nama Teater Lintang Songo mulai dikenal pada awalnya. Hingga mulai tahun 2013, TLS semakin rame dan peminatnya semakin banyak. Mulai ada pentas teater ketika Mapaba, PKD, Demo dan lain-lain.
Mas Prabu TLS |
Kapan tepatnya Teater Lintang Songo berdiri, saya tidak begitu ingat tepatnya, namun dalam perjalanannya warga TLS menyepakati tanggal 25 Desember sebagai hari ulang tahun. Berikut ini adalah nama-nama Lurah Teater Lintang Songo dari masa ke masa:
- 2009-2012 Latsar pertama TLS, belum ada istilah lurah, yang penting teater ada dan jalan bareng bersama-sama untuk berproses dengan dimotori Badawi sebagai penggerak sekaligus pendiri TLS dibantu Bakti Dila, dan kawan-kawan. Dilihat dari perannya, bisa dikatakan Lurah pertama yaitu Muhammad Sholeh Badawi.
- Muhlasin : 2013-2014 (mulai ada istilah Mas Prabu yaitu Latsar Teater yang harus dilalui agar seseorang menjadi warga TLS). Begitu seterusnya hingga sekarang
- Fuad Mubarok : 2014-2015
- Subandrio : 2015-2016
- Bakso/Diah Suko : 2016-2017
- Gilang : 2017-2018
- Azim : 2018-2019
- Akmal : 2019-2020
- Dur: 2020-2021,
- Tata 2022
- Saiful: 2023
Di Tahun 2015 era Lurah Fuad, TLS mulai mengalami perkembangan yang bagus. Mulai membangun jaringan Komunitas Teater Salatiga, dan dari situ mulai kenal berbagai seniman misalnya Bang Daniel dan juga kenal dengan anak-anak Teater Postma,Gedek dan lain-lain. Di tahun 2016, dan untuk pertama kalinya di Era Lurah Subandrio. Teater Lintang Songo mencoba untuk mengadakan Pentas produksi pertama "Kebo Nusu Gudel" karya Dheny Jatmiko. Dibantu Kang Mujab, Kang Akbar, Kang Zayin (Alumni PMII sekaligus sesepuh di Teater Getar) Pak Kos dari Teater Getar sekaligus sebagai pendamping TLS dan juga Bang Buyung seorang seniman, dan perfomance artist. Peran Pak Kos dalam hal ini memang sangat urgent. Beruntung sekali TLS mempunyai pendamping seperti Pak Kos, karena dari beliau, teman-teman TLS mendapatkan banyak ilmu tentang ke-Teateran, olah vokal, olah roso, keaktoran, bahkan tidak hanya itu. Di tangan Pak Kos, keakraban, seduluran antar anggota pun semakin erat.
Pentas produksi Teater Lintang Songo “ Kebo Nusu Gudel” |
- Tanggal : 5 Januari 2016
- Tempat : Balai Dukuh Jangkungan
- Sutradara : Much. Ustadi/Pak Kos
- Ass. Sutradara: Fatikatus Sa'adah
- Pemain :Subandrio,Deryyan,Istiqomah, Diah Suko, Dll
- Musik : Hasan, Dibyo, Anton
- Make Up : Sri Puji Rahayu
- Kostum:Uzimah
- Lighting: Bahrudin
- Set Panggung: Umam, Heri
Dalam perjalanannya, TLS mengalami pasang surut, hal ini disebabkan karena memang teman-teman, belum optimal dalam proses berteater. Bahkan sempat terjadi beberapa ketidakcocokan antar anggota, baik itu dalam hal ide, cara berproses di teater, maupun permasalahan soal status/kedudukan TLS dalam rumah besar PMII.
Harlah ke 6 Teater Lintang songo |
Harlah Teater Lintang Songo, dalam foto Lurah TLS Akmal , Gilang dkk |
Dari tahun ke tahun, TLS mengalami perkembangan yang bagus, dan semakin banyak sekali yang kreatif, misal dalam puisi ada Diyah Erimaya yang sering menjuarai berbagai ajang lomba puisi, dalam hal make up teater seperti Kokom, dalam hal keaktoran dan lain-lain. Teater Lintang Songo pun mulai dikenal di Komunitas Teater Salatiga. Di beberapa momentum, TLS sering dimintai untuk pentas, diajak main film meskipun bukan pemeran utama. he..he. Selain itu karyanya pun mulai berkembang, misalnya pentas monolog. Dan kini di tahun 2023 Teater Lintang Songo sudah berumur 13 tahun lebih, banyak warga teater yang punya jasa yang begitu tinggi, dan juga kenangan berproses bersama demi membesarkan TLS. Mohon maaf, kalau tulisan ini tidak bisa menjelaskan secara gamblang, soal peran bahkan tidak menyebut nama satu per satu warga TLS, sedulur-sedulur dari Teater yang lain, seniman, dan beberapa tokoh yang sudah andil besar dalam menorehkan sejarah, pikiran, tenaga, waktu dan ilmunya sehingga Teater Lintang Songo semakin lebih baik. Terus berkarya...terimakasih salam budaya...!!!.